5 Fakta Penting Kehidupan Petani
Apa saja isu-isu kesehatan mental yang dialami oleh para petani dan apa saja yang harus kita lakukan untuk meringankan beban mereka? Berikut merupakan 5 Fakta Penting Kehidupan Petani yang dapat merubah cara pandang Anda terhadap petani selama ini.
1. Tekanan Finansial dan Ketidakpastian
Sanggupkah jika Anda harus bekerja menguras fisik dan mental di lapangan tetapi baru gajian 2-3 bulan berikutnya dengan pendapatan yang belum pasti? Nah itulah yang harus dihadapi oleh para petani kita saat ini. Mereka bersusah payah menanam sayuran dan buah untuk kita konsumsi dengan resiko harga panen yang tak menentu bahkan bisa terjadi gagal panen.
Ketidakpastian akan masa depan dan bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga tentu akan menggerogoti ketenangan jiwa dan mengantarkan para petani pada jurang kecemasan dan depresi. Maka tidak heran jika mayoritas petani justru tidak bankable sehingga tidak dapat mengakses permodalan dari bank karena jejak rekam yang kelam.
Walaupun demikian, bukan berarti semua petani mengalami tekanan finansial yang sama. Kalau itu terjadi jangankan menunggu 2050, mungkin dari tahun 1950 saja sudah banyak yang tidak mau jadi petani. Salah satu cara mengelola stress karena di-PHP pembeli dan harga, ya dengan cara melakukan Contract Farming.
Apa itu Contract Farming?
Contract Farming yaitu kerja sama kontrak dengan Industri terkait dengan komoditas sayur yang akan ditanam dan kepastian harga beli oleh konsumen yang dar industri tersebut. Jadi petani akan bebas kena PHP lagi.
2. Rutinitas yang stagnan dan Minim Inovasi
Pernah melihat hamster terus berputar di roda yang sama? Ya kurang lebih itulah rutinitas petani, pagi datang ke kebun, lalu menyiram tanaman dan sore baru pulang ke rumah. Rutinitas harian yang terus dilakukan sepanjang waktu, bahkan ketika masa panen telah selesaipun mereka harus kembali pada rutinitas menyiapkan musim baru. Karena rutinitas itu juga petani akhirnya minim inovasi dan jarang mencari peluang baru maka ga heran jika jalan ninja mereka lebih memilih menjual hasil panen ke tengkulak.
Tahukan Anda rata-rata tingkat pendidikan petani lokal di Indonesia hanya lulusan Sekolah Dasar? Iya itulah kenapa tingkat penerimaan terhadap teknologi dan pengetahuan baru tentang pertanian sangat rendah.
Tapi apakah lulusan S1 bahkan S3 tidak bisa jadi petani?
Fakta menunjukan jika rata-rata lulusan tingkat sarjana lebih memilih kerja di kantoran. Tetapi, jangan salah jika banyak juga lulusan S1 yang terjun membangun usaha pertanian dengan dampak yang sangat signifikan. Banyak sarjana kita yang kembali ke Desa untuk mengembangkan hilirisasi produk pertanian melalui inovasi.
Kuncinya adalah mindset kita yang menentukan bisa menjadi apa. Jika kita tidak bisa menciptakan inovasi sendiri ya coba cari perspektif lain. Kita dapat melakukan co-creation atau berkolaborasi dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) dalam menghasilkan produk bernilai tinggi saat hasil panen yang melimpah untuk meningkatkan pendapatan petani lokal.
3. Beban Kerja Berat dan Jam Kerja Panjang
Siapa yang sanggup bekerja di bawah terik matahari dan kondisi cuaca ekstrem sepanjang hari? Kondisi tersebut tak jarang membuat tubuh para petani rontok dan mental mereka lelah. Mayoritas petani di Indonesia masih menjadi petani lapangan dengan jam kerja panjang tanpa henti, tanpa teknologi serta mesin modern yang membantu justru memperparah rasa lelah dan memicu stres. Kisah kehidupan petani ini, bukan hanya tentang jerih payah dan hasil panen, tapi juga tentang perjuangan melawan batin yang terluka.
Tapi apa benar jadi petani itu pasti panas-panasan di ladang?
Justru saat ini bertani semakin dimudahkan dengan perkemhangan teknologi. Telah banyak konsep bertani secara hidroponik dalam ruangan yang menggunakan greenhouse. Petani tidak perlu kotor-kotoran bahkan semakin dipermudah dengan bantuan teknologi berbasis Internet of Things untuk melakukan pertanian yang presisi dimana biaya produksi lebih rendah tetapi hasil panen makin melimpah.
4. Beban Kerja Berat dan Jam Kerja Panjang
Lahan pertanian yang masih tersedia berlokasi di daerah pedesaan yang terpencil. Minimnya sarana pendukung membuat para petani terjebak dalam kesendirian dan rasa kesepian. Sedikitnya komunitas pendukung juga mempengaruhi pola pikir dan akses terhadap informasi sehingga petani yang kurang gaul justru enggan mencari bantuan dan terisolasi dalam penderitaan yang menjadu stigma terhadap kesehatan mental petani itu sendiri.
Lalu apakah menjadi petani hanya bisa berdiam diri saja menerima kenyataan tersebut?
Petani zaman now banyak yang telah melek dengan teknologi khususnya dalam pemanfaatan media sosial. Justru media sosial menjadi sumber informasi bagi para petani terutama mempelajari skill-skill baru dari komunitas yang mereka Ikuti secara daring dan bahkan video yang didapatkan dari channel youtube. Tidak sedikit kehidupan petani yang lebih sejahtera karena memiliki pekerjaan sampingan sebagai influencer hanya dengan memposting kegiatan sehari-hari mereka ketika di kebun.
5. Paparan Pestisida dan Bahan Kimia Berbahaya
Bertani bukan berarti tanpa resiko karena pertanian tidak lepas dari masalah hama dan penyakit. Banyak petani yang akhirnya menggunakan jalan pintas denagn menggunakan pestisida dan bahan kimia berbahaya lainnya untuk mengatasi hal tersebut. Pestisida hanya menyelesaikan masalah dengan masalah yang baru karena secara tidak sadar penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berlebihan tersebut justru berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental petani itu sendiri. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia ini, dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk kanker, gangguan neurologis, dan depresi.
Apakah penggunaan Pestisida dan Bahan Kimia hanya solusi satu-satunya?
Tuhan sejatinya telah memasangkan masalah sepaket dengan solusinya, begitupula masalah hama dan penyakit yang dialami oleh tanaman seharusnya dapat diatasi juga secara alami. Saat ini berbagai ilmuan di eropa justru telah mengembangkan predator alami dan mikroorganisme untuk mengatasi hama dan penyakit dengan lebih ramah lingkungan. Mereka memanfaatkan rantai makanan yang ada untuk menjaga keseimbangan alam.
Setelah membaca artikel di atas masih percaya kalau kehidupan petani itu gitu-gitu aja?
Kalau dipikir-pikir menjadi petani itu ternyata mulia ya, selain dituntut untuk menguasai elemen air, tanah dan udara (ealah emangnya avatar) ternyata bertani itu bukan sekedar menanam dan memanen sayuran tapi juga bagaimana cara menyediakan pangan untuk masa depan dan bertanggung jawab terhadap alam.
Intinya petani itu bukan sekedar profesi tetapi juga gaya hidup yang harus dilestarikan untuk menjaga keseimbangan alam.
Tinggalkan Balasan